26 April 2010

Jalan Raya Porong, Kemarin !

Kemarin (25/4), penulis melewati jalan raya porong. Jalan raya yang untuk saat ini sangat terkenal di se-antero negeri atau setidaknya sangat familiar dengan warga Jawa Timur. Betapa tidak, di dekat jalan raya ini lah telah terjadi fenomena alam yang sangat mengguncang hati nurani. Entahlah, fenomena alam itu lebih disebabkan seuatu mekanisme alam menuju keseimbangan atau karena tangan-tangan kotor manusia.

Ketika melalui jalan raya porong tersebut penulis melihat fenomena yang sebenarnya pernah penulis lihat. Jika anda pernah melewati jalan raya tersebut dari arah Surabaya menuju Malang, di sebelah kiri anda akan dijumpai tanggul yang sangat tinggi sementara di sebelah kanan anda akan dijumpai kampung mati yang sebetulnya belum punah benar. Selama perjalanan, penulis membayangkan kampung mati tersebut sebelum adanya fenomena alam tersebut. Penulis yakin, pada waktu itu kehidupan berjalan seperti biasanya. Anak-anak bermain bola, layang-layang atau bahkan bermain kelereng. Mereka bercita-cita kelak dapat bersekolah di Malang, Surabaya atau bahkan di tempat lain di negeri ini. Pemuda-pemudi rajin mengaji setiap hari jumat. Orang tua mengawasi permainan anak-anaknya di setiap sore. Sungguh indah dipandang mata.

Namun, apa yang sekarang terjadi. Semua lenyap begitu saja. Sekarang yang ada adalah kekhawatiran jebolnya tanggul, munculnya pusat-pusat semburan baru meskipun dalam skala kecil, hingga amblasnya tanah di sana sini. Entah sampai kapan penduduk di sepanjang jalan raya porong akan sanggup menghadapi hari-hari yang menggelisahkan. Para ahli pernah meperkirakan semburan lumpur yang terjadi di Porong akan berlangsung hingga 30 tahun atau bahkan hingga 100 tahun. Luar biasa. Entah dengan cara apa penduduk disana akan menjalaninya. Untuk membayangkannya pun, penulis sungguh tidak sanggup. Hanya kepada Tuhanlah penulis serahkan masalah ini.

24 April 2010

Pemilukada, Riwayatmu Kini

Setelah menikmati opera sabun berbagai sekandal yang menggerogoti sendi kehidupan negeri ini, masyarakat kembali akan diberi hiburan yang tak kalah menariknya dengan opera sabun sebelumnya, yaitu pemilukada alias pemilihan umum kepala daerah. Terus terang penulis senyum-senyum sendiri mendengar akronim baru ini dari pembawa berita televisi. Maklum, dahulu penulis terbiasa dengan akronim pilkada hingga pilkadal.

Kembali ke hiburan pemilukada. Pemilukada kali ini tengah menjadi gunjingan yang hangat bagi penduduk di wilayah Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Betapa tidak, mereka akan disodori pilihan calon pemimpin mereka seorang artis dari ibukota. Artis yang terkenal yang bernama Julia Perez. Wow memang.

Sebenarnya kehadiran artis di panggung politik bukan peristiwa yang baru di negeri ini bahkan di beberapa belahan dunia yang menganut madzhab demokrasi sebagai mesin untuk mengkreasi kepemimpinannya. Namun, fenomena Julia Perez ini menarik menjadi bahan gunjingan bagi warga Pacitan dan daerah lain lebih disebabkan dua hal, yaitu pertama sepak terjang ke-artis-an Julia Perez yang banyak menuai kontroversi serta yang kedua adalah insiatif Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi untuk memasukkan satu item persyaratan bagi peserta kontes dalam pemilukada yaitu "tidak cacat moral".

Sepak terjang ke-artisan Julia Perez memang telah banyak publik ketahui mengundang berbagai kontroversi. Dari mulai penampilannya yang seksi hingga karya seni yang dihasilkannya yang cenderung vulgar. Sebenarnya tolak ukur seksi dan kevulgaran bagi bangsa yang tengah gandrung mengembalikan tata nilai pada pribadi masing-masing seharusnya bukan menjadi masalah besar. Tiap orang bisa mempunyai opini atau pendapat yang benar setidaknya menurut orang itu. Tidak perlu merujuk pada nilai adat apalagi agama. Yang terpenting adalah menurut sendiri benar adanya. Bukan begitu?

Mengenai moralitas, inilah yang menjadi tanda tanya besar. Selain parameter apa yang akan digunakan untuk mengulur "ketidak cacatan" moral, yang paling penting adalah standar moralitas siapa yang dipakai. Seperti yang penulis ceritakan sebelumnya, standar moral bangsa ini berbeda-beda bahkan untuk setiap individu. Tidak hanya moralitas, kebenaran pun akan berbeda-beda. Lalu manakah yang harus digunakan?

Wah, rumit sekali ya. Tapi setidaknya hal ini tidak rumit bagi rakyat kebanyakan. Pemilukada adalah pekerjaan mudah dan menyenangkan. Hal ini disebabkan akan banyak parade dangdut, kaos gratis, makan siang gratis, bensin gratis, sembako gratis bahkan uang gratis. Asyik bukan?