21 Mei 2011

Maling Teriak Maling

Maling teriak maling,
sembunyi balik dinding,
pengecut lari terkencing-kencing...

Tikam dari belakang,
lawan lengah diterjang,
lalu sibuk mencari kambing hitam...

Penulis merasakan lagu Iwan Fals ini sangat sesuai dengan kondisi negeri ini. Negeri dengan berjuta masalah, namun tanpa satupun visi untuk menyelesaikannya. Semuanya menjadi tampak relatif, sumir atau bahasa tren-nya abu-abu. Kebenaran menjadi relatif, ketidak benaran dapat menjadi bentuk kebenaran baru.

Orang di negeri ini menjadi sangat marah jika apa yang dilakukannya terbukti salah. Orang di negeri ini akan menutupi kesalahannya dan sengan kedok bahwa hanya dirinya sendiri yang tahu akan dirinya, ia memutarbalikkan fakta.

Orang di negeri ini gemar sekali berjanji. Gemar sekali menyatakan kesanggupan yang mestinya jika dipikir dengan pikiran yang jernih sangat tidak mungkin kesanggupannya untuk dipenuhi.

Orang di negeri ini akan menuntut lebih jika ada orang lainnya menolongnya. Tanpa malu-malu bahkan mengemis untuk meminta pertolongan. Punya uang mengaku miskin. Bisa beli pulsa mengaku ekonomi lemah.

Orang di negeri ini gemar sekali marah. Demi reformasi, demi menyampaikan pendapat, dihadang semua motor atau mobil dinas yang berplat merah. Padahal orang itu masih berharap menjadi PNS. Bahkan jika mereka gugur atau tidak lolos dalam tes penerimaan CPNS, orang itu akan marah. Merusak kantor pemerintah yang padahal sangat mereka idamkan untuk mencari kepeng.

Orang di negeri ini suka sekali memamerkan kegiatannya sehari-hari yang semestinya tidak perlu dipamerkan. Orang di negeri ini juga senang memasang foto tempat kunjungannya ketika mereka bepergian. Orang itu beranggapan bahwa orang lain tidak pernah berkunjung ke tempat itu. Orang itu juga selalu beranggapan tempat yang dikunjunginya adalah menarik dengan tujuan orang lain iri. Padahal, orang itu hanya menginap di hotel yang mungkin tidak nyaman. tapi demi gengsi dan pamer, semuanya bisa dilakukan. Toh siapa yang bisa memverifikasi kebenaran foto dan status?

Satu lagi, orang di negeri ini masih ada saja yang beranggapan bahwa orang itu adalah wakil dari orang lain. Menyampaikan segala keluhan orang lain. Padahal, nyatanya, orang tersebut hanya berteriak dan mencari-cari jawaban pembenaran. Menganjurkan orang lain ber-etika tapi berbicara SARA. Menjawab pertanyaan wartawan dengan cara sekedar mengeles, seperti orang baru itu.

Demikianlah, marinng teriak maling.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar