02 Oktober 2009

Jeritan Penghakiman Tanah Paderi

Gempa bumi terjadi lagi di tanah Sumatera. Tanah yang terkenal gilang gemilang akan sumber dayanya. Gempa bumi telah meluluh lantakan sebagian darinya. Tercatat ratusan orang meninggal dunia hingga saat ini. Ribuan bahkan ratusan ribu mungkin orang mengungsi. Ribuan bangunan hancur. Beberapa titik mengalami tanah longsor. Sungguh hebat gempa itu. Hanya butuh beberapa detik bahkan menit saja untuk mewujudkan kedukaan tersebut. Sungguh hebat kekuatan alam ini. Tiada seorang manusiapun yang mampu mencegahnya.

Kesedihan tengah melanda. Tidak hanya di Sumatera yang merasakannya tapi seluruh negeri ini ikut menanggungnya. Kesedihan kolektif sebagai sebuah bangsa yang diikat oleh semangat rasa senasib sepenanggungan sejak republik ini dicita-citakan. Tidak sedikit orang di luar tanah Sumatera sana yang meraung-raung bersedih hati, meratap semalaman hingga berdoa sepanjang hari. Namun, tidak sedikit juga orang yang berusaha menelaah untuk mencari hikmah dibalik peristiwa ini. Berbekal semangat mengeruk hikmah, munculah berbagai prasangka tentang apakah bencana ini merupakan azab, peringatan atau ujian? Prasangka yang selalu berulang jika bencana itu terjadi.

Jika dirunut dengan niatan sebelumnya, penggalian hikmah akan suatu peristiwa tentunya sangat baik dan memang diperlukan oleh manusia. Tapi yang patut disayangkan adalah pembelokan akhir dari penggalian tersebut. Pembelokannya mengarah kepada penghakiman terhadap penduduk tanah Sumatera dikaitkan dengan kadar keimanan mereka yang berimplikasi kepada datangnya musibah. Sungguh bosan aku mendengarnya. Penghakiman dan penghakiman.

Tidak kah engkau berpikir bahwa penggalian hikmah itu untuk meningkatkan kesadaran kita bahwa ada yang Maha Kuat diluar manusia? Tidak kah engkau mengajak saudaramu untuk bersama-sama saling menginsafi bahwa bencana selalu mengintai kehidupannya? Bukankah itu lebih elok jika dibandingkan dengan penghakiman berkedok mencari hikmah seperti yang engkau dengungkan?

Apakah engkau tahu bahwa gempa itu merupakan keniscayaan dari pergerakan bumi yang terus menerus sepanjang waktu? Apakah engkau melupakan bahwa pergerakan itu ada pergerakan menuju titik kesempurnaan? Apakah engkau melihat bahwa itu semua merupakan pelajaran bagi kita semua? Oh...engkau tentu lebih tahu dari mereka dan aku. Engkau lebih tahu tentang hukuman apa yang tengah menimpa mereka. Tidak kah demikian?

Wahai saudara di tanah Sumatera sana. Engkau sangat disayang saudaramu di tempat lain dengan cara memahami dirimu dengan sepenuh hati hingga memikirkan status hukum atasmu. Wahai saudara di tanah Paderi, berdendangah dengan syair keabadianmu karena sesungguhnya ada penggalan saudara yang lain yang secara tulus tanpa menghakimimu ikut menjadi bagian darimu. Wahai saudara tegarlah...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar