06 Mei 2010

Badai Century Itu Datang Lagi

Badai itu kembali lagi. Ya, badai century itu kembali terasa menerpa wajah warga negeri ini. Setelah beberapa waktu sempat ditenggelamkan oleh jump shoot yang dilakukan oleh Komjen Pol Susno Duadji, badai century kembali terasa. Diawalai dengan dibentuknya sebuah tim oleh DPR yang bertugas untuk mengawasi dilaksanakannya rekomendasi panus century, kemudian dipuncaki dengan kejadian diangkatnya Dr. Sri Mulyani menjadi managing director Bank Dunia.

Ada beberapa hal yang sungguh tidak dimengerti penulis mengadapi ekor angin badai century yang sempat menerpa wajah penulis. Pertama, penulis sangat mengapresiasi para senator yang mayoritas masih muda untuk "beridealis" mengungkap "indikasi" kekeliruan dalam kucuran dana talangan untuk Bank Century. Para senator terlihat berusaha menjalankan perannya sebagai legeslator yang salah satunya adalah mengawasi jalannya eksekutif. Namun, penulis menemukan kejengahan ketika DPR tempat para senator beraktivitas membentuk tim pengawas. Kejengahan penulis terletak pada ketidak mengertian penulis bahwa "bukankah pembentukan tim pengawas, yang bisa menanyakan, mendesak penegak hukum, merupakan suatu bentuk intefensi terhadap peran yudikatif yang sebenarnya tengah diperjuankan para senator muda?" Kedua, penulis menjadi jengah juga ketika terlihat dengan jelas bahwa setidaknya ada tiga kelompok "penikmat" badai century:
1. Kelompok pendukung gelap mata yang selalu mengatakan bahwa century tidak mengundang kekeliruan apapun
2. Kelompok pendukung gelap mata juga yang selalu bahwa Prof. Budiono dan Dr. Srimulyani adalah harus turun dari jabatannya dan dipenjara sesegara mungkin
3. Kelompok tercerahkan yang menginginkan cerita yang sebenarnya dari century

Hal yang penulis sesalkan dari ketiga kelompk tersebut adalah saat ini mereka berkelindan dan berputar menjadi satu membentuk suatu persenyawaan hingga membuat orang bodoh seperti penulis menjadi semakin merasa bodoh. Ketika semua berbicara menurut persepsi kelompoknya masing-masing alias menurut benarnya sendiri hingga seolah-olah tidak pernah ada "standard" kebenaran yang sejati atau setidaknya disepakati bersama. Yang paling menyedihkan dari fenomena ini adalah bahwa ada yang tidak jujur atau setidaknya berusaha tidak jujur dengan menepuk dadanya sendiri seolah dirinya merasa benar dan paling benar hingga bahkan kekeliruan menjadi sebuah kejahatan baginya.

Pusing bukan? Ah, ayolah kita cari makan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar